Pada
dasarnya salah satu tujuan pembelajaran dengan multimedia interaktif adalah
sedapat mungkin menggantikan atau melengkapi serta mendukung unsur-unsur:
tujuan, materi, metode, dan alat penilaian yang ada dalam proses belajar
mengajar dalam sistem pendidikan konvesional yang biasa dilakukan. Untuk itu
terdapat beberapa model dalam penyajiannya, antara lain latihan dan praktik,
tutorial, simulasi, permainan, problem
solving, dan percobaan atau eksperimen.
1.
Latihan dan Praktik
Format latihan dan
praktik (drill-and-practice)
menyediakan latihan dimana siswa mengerjakan item-item contoh soal, biasanya
sekaligus dalam satu waktu, dan mendapatkan umpan balik terhadap jawaban mereka.
Format ini bervariasi berdasarkan jenis umpan balik yang disediakan dalam
merespon input siswa. Umpan balik dapat berupa “OK”, “Tidak”, “Oh, Coba Lagi”
hingga mengelaborasikan animasi dan penjelasan verbal (Roblyer, 2006;
Daryanto, 2013) menambahkan program ini juga dapat dilengkapi dengan
jawaban yang benar, lengkap dengan penjelasannya sehingga diharapkan pengguna
akan bisa pula memahami suatu konsep tertentu. Pada bagian akhir, penggunaan
juga bisa melihat skor akhir yang dicapai, sebagai indikator untuk mengukur
tingkat keberhasilan dalam memecahkan soal-soal yang diajukan.
Format latihan dan
praktik ini dapat digunakan sebagai suplemen atau pengganti lembar kerja siswa,
latihan pekerjaan rumah, atau latihan soal ketika mempersiapkan diri ketika
akan mengikuti suatu tes. Hal terpenting dalam format ini adalah memberikan
latihan sampai suatu konsep benar-benar dikuasai sebelum pindah kepada konsep
yang lain dan memberikan penguatan secara konstan terhadap jawaban yang benar
(Arsyad, 2011). Soal atau pertanyaan biasanya ditampilkan secara acak,
sehingga setiap kali digunakan maka soal atau pertanyaan yang tampil akan
selalu berbeda, atau paling tidak dalam kombinasi yang berbeda.
Model penyajian
latihan dan praktik pada multimedia interaktif digunakan dengan asumsi bahwa
suatu konsep, aturan atau kaidah, prosedur telah diajarkan kepada peserta didik
(Arsyad, 2011, hlm. 97). Format ini dapat digunakan sebagai suplemen atau
pengganti lembar kerja siswa dan latihan pekerjaan rumah, atau digunakan untuk
latihan soal ketika mempersiapkan diri mengikuti tes.
Secara umum tahapan
materi model drill adalah sebagai berikut
(Nandi dalam Waryanto, 2008)
1)
Penyajian
masalah-masalah dalam bentuk latihan soal pada tingkat tertentu dari penampilan
siswa.
2)
Siswa mengerjakan
latihan soal.
3)
Program merekan
penampilan siswa, mengevaluasi, kemudian memberikan umpan balik.
4)
Jika jawaban yang
diberikan benar, program menyajikan soal selanjutnya, dan jika jawaban salah,
program menyediakan fasilitas untuk mengulang latihan atau remediation, yang dapat diberikan secara parsial atau pada akhir
keseluruhan soal.
Roblyer (2006) menyatakan bahwa kriteria program drill
and practice yang baik antara lain:
1)
Kontrol yang baik
terhadap kecepatan presentasi.
2)
Penilaian jawaban
yang baik.
3)
Umpan balik yang
tepat untuk jawaban yang benar dan jawaban yang salah.
Adapun manfaat dari
drill and practice antara lain (1)
membantu siswa mentrasnfer informasi yang baru dalam memori
jangka panjang; (2) melatih siswa melakukan recall yang lebih cepat dan menggunakan
keterampilan dasar sebagai prasarat konsep yang lebih tinggi; (3) memberikan umpan
balik secepatnya yang membuat siswa lebih cepat mengoreksi pengetahuannya; (4)
meningkatkan motivasi belajar siswa; (5) menghemat waktu guru. Sedangkan
kekurangan dari model penyajian drill and
practice antara lain tidak dapat digunakan untuk pengajaran materi yang
baru, serta mirip dengan metode pembelajaran tradisional. Selain itu dapat
menyebabkan kebosanan jika soal dengan format yang sama terlalu diulang-ulang
dan tidak begitu dapat meningkatkan level berpikir ke tingkat yang lebih
tinggi.
2.
Tutorial
Format sajian
tutorial merupakan multimedia pembelajaran yang dalam penyampaian materinya
dilakukan secara tutorial sebagaimana layaknya tutorial yang dilakukan oleh
guru atau instruktur (Daryanto, 2013) sehingga seluruh urutan
instruksionalnya mirip dengan pengajaran guru terkait sebuah topik (Roblyer,
2006, hlm. 84). Informasi tentang suatu konsep disajikan dengan teks, gambar,
baik diam atau bergerak dan grafik.
Secara umum pola
penyajian format ini dijelaskan sebagai berikut. Pada saat yang tepat, yaitu
ketika dianggap bahwa pengguna telah membaca, menginterpretasikan dan menyerap
konsep itu, diajukan serangkaian pertanyaan atau tugas. Jika jawaban atau
respon pengguna benar, kemudian dilanjutkan dengan materi berikutnya. Jika
jawaban atau respon pengguna salah, maka pengguna harus mengulang memahami
konsep tersebut secara keseluruhan ataupun pada bagian-bagian tertentu saja (remedial). Kemudian pada bagian akhir
biasanya akan diberikan serangkaian pertanyaan yang merupakan tes untuk mengukur
tingkat pemahaman pengguna atas konsep atau materi yang disampaikan (Nandi
dalam Waryanto, 2008; Daryanto, 2013, hlm. 54)
Selain dirancang
secara linear, tutorial juga dapat dirancang sebagai branching tutorial (Roblyer, 2006, hlm. 84) dimana penggunanya
dapat lebih bebas memilih materi yang disajikan dalam multimedia tersebut.
Tutorial yang baik
kriterianya antara lain: (1) memiliki interaktivitas yang luas; (2) memberikan
fleksibilitas kepada siswa untuk meninjau kembali penjelasan dan contoh-contoh,
berpindah kepada materi berikutnya, atau keluar dari program jika mereka
menginginkan; (3) approproate pedagogy;
(4) memiliki kemampuan umpan balik dan answer-judging
yang baik; (5) memiliki tampilan yang baik; (6) memiliki kemampuan merekam
proses siswa (opsional) (Roblyer, 2006, hlm. 86).
Keunggulan dari
tutorial ini mirip dengan format drill
and practice dengan kelebihan adanya pemilihan materi sesuai keinginan
pengguna.
3.
Simulasi
Simulasi merupakan
komputerisasi model dari keadaan nyata atau penggambaran sistem yang didesain
untuk mengajarkan bagaimana sistem bekerja (Roblyer, 2006, hlm. 88; Darwaman,
2014, hlm. 65) dengan tujuan untuk memberikan pengalaman secara konkret yang
berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko (Nandi dalam Waryanto, 2008). Multimedia
pembelajaran dengan format ini mencoba menyamai proses dinamis yang terjadi di
dunia nyata, misalnya untuk menstimulasikan pesawat terbang, dimana pengguna
seolah-olah melakukan aktifitas menerbangkan pesawat terbang, menjalankan usaha
kecil, atau pengendalian listrik tenaga nuklir, dan lain-lain. Pada dasarnya
format ini mencoba memberikan pengalaman masalah dunia nyata yang biasanya
berhubungan dengan suatu resiko, seperti pesawat yang akan jatuh atau menabrak,
perusahaan akan bangkrut, atau terjadi malapetaka nuklir.
Tidak seperti
tutorial dan drill and practice, pada
simulasi, siswa biasanya harus memilih task
yang akan dikerjakan dan urutan/langkah-langkah
yang digunakan untuk melaksanakannya. Nandi (dalam Waryanto, 2008)
menyatakan tahapan materi model simulasi adalah secara umum antara lain:
pengenalan, penyajian informasi (simulasi 1, simulasi 2, dst.) pertanyaan dan
respon jawaban, penilaian respon, pemberian feedback
tentang respon, pengulangan, segmen pengaturan pengajaran, dan penutup.
Simulasi dibedakan
menjadi dua bagian yakni simulasi yang mengajarkan tentang sesuatu dan simulasi
yang mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu (Roblyer, 2006, hlm. 88).
1)
Simulasi
mengajarkan tentang sesuatu
Simulasi yang
mengajarkan sesuatu dikelompokkan lagi menjadi dua bagian, yakni:
a.
Physical simulation, yakni simulasi yang mengijinkan pengguna untuk memanipulasi benda-benda
atau proses yang direpresentasikan pada screen.
Contohnya, siswa melihat dan memilih bahan-bahan kimia untuk melihat hasil
reaksi.
b.
Iterative simulation, yakni simulasi ini dapat mempercepat dan memperlambat suatu proses yang
tidak dapat diamati siswa secara langsung.
2)
Simulasi
mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu
Simulasi yang
mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu dikelompokkan lagi menjadi dua bagian,
yakni:
a.
Procedural simulation, yakni simulasi yang mengajarkan langkah-langkah untuk mengerjakan sebuah
prosedur dengan urutan yang sesuai.
b.
Situational simulation, yakni program yang memberikan siswa situasi masalah hipotetikal dan
meminta mereka untuk bereaksi.
Roblyer (2006, hlm.
89) menyatakan bahwa simulasi beragam sesuai dengan tipe dan tujuannya sehingga
sulit menentukan kriteria simulasi yang seragam. Meskipun demikian, Arsyad
(2011, hlm. 98) menyatakan kriteria simulasi dipengaruhi oleh tiga faktor,
yaitu: skenario, model dasar, dan lapisan pengajaran. Skenario harus
mencerminkan kehidupan nyata. Ia menentukan apa yang terjadi dan bagaimana hal
itu terjadi, siapa karakternya, objek apa yang ikut terlibat, apa peran peserta
didik, dan bagamana peserta didik berhadapan dengan simulasi itu. Untuk
mensimulasikan suatu situasi, komputer harus menanggapi tindakan peserta didik
seperti halnya yang terjadi dalam situasi kehidupan sesungguhnya. Model dasar
merupakan formula matematis atau aturan
“jika-maka” yang mencerminkan hubungan sebab dan akibat dalam kehidupan
nyata. Lapisan pembelajaran adalah taktik dan strategi pembelajaran yang
digunakan untuk mengoptimalkan pembelajaran dan motivasi.
Penggunaan simulasi
sangat bermanfaat (Roblyer, 2006, hlm. 90-92) antara lain: (1) mempersingkat
waktu; (2) memperlambat suatu proses sesuai dengan keinginan; (3) lebih
menekankan melibatkan siswa dalam pembelajaran; (4) menyediakan eksperimen yang
aman; (5) make the impossible possible;
(6) menghemat dana dan resources; (7)
memungkinkan pengulangan suatu kejadian dengan beragam variasi; (8)
memungkinkan observasi untuk proses yang kompleks.
4.
Permainan
Penyajian model
permainan atau instructional games
adalah penyajian yang didesain untuk meningkatkan motivasi (Nandi dalam
Waryanto, 2008; Roblyer, 2006, hlm. 93) dengan menambahkan peran permainan
dan/atau kompetisi dalam aktivitas pembelajaran (Roblyer, 2006, hlm. 93;
Daryanto, 2013, hlm. 56). Meskipun guru sering mrnggunakan model penyajian ini
dengan cara yang sama seperti drill &
practice, games berbeda secara
konotasi dimana siswa lebih senang ketika mengetahui mereka akan memaikan
sebuah games karena mereka
mengharapkan aktivitas uang menyenangkan dan menghibur yang muncul dari
tantangan-tantangan sebuah kompetisi dan potensi untuk memenangkan permainan
tersebut.
Roblyer (2006, hlm.
93-94) menyatakan bahwa karakteristik instructional
games yang membedakan dari format
penyajian yang lain adalah: (1) berperan sebagai permainan dimana dapat
membelajarkan siswa dengan cara yang menyenangkan; (2) bersifat menantang atau
kompetitif; (3) berformat lucu atau menghibur. Selanjutnya dijelaskan bahwa
kriteria intructional games yang baik
harus memiliki: (1) format tampilan dan aktivitas menarik (2) nilai
pembelajaran yang jelas, tidak hanya menghibur; (3) tingkat kesulitan yang
wajar; (4) minim konten kekerasan/agresif.
Adapun keunggulan
penggunaan instructional games lebih
ditekankan pada meningkatkan motivasi siswa, sedangkan kekurangannya dapat
membiaskan perhatian siswa dari nilai intrinsik pembelajaran dan motivasi
belajar (Roblyer, 2006, hlm. 94-95).
5.
Problem Solving
Meskipun simulasi
dan instructional games sering
digunakan untuk membantu mengajarkan keterampilan pemecahan masalah, Roblyer
(2006, hlm. 96) mengusulkan suatu software
problem solving yang secara khusus terfokus untuk membantu mengembangkan
komponene-komponen keterampilan pemecahan masalah atau menyediakan kesempatan
untuk praktik pemecahan masalah bagi siswa dengan kriteria program yang baik
yakni: (1) memiliki format yang menarik dan menantang; dan (2) berisikan
poin-poin yang jelas untuk pengembangan keterampilan spesifik pemecahan
masalah. Jadi program harus menyatakan dengan jelas keterampilan pemecahan
masalah mana yang akan dipelajari siswa.
Keunggulan dari
model penyajian problem solving ini
adalah: (1) dapat meningkatkan motivasi siswa; dan (2) dapat meningkatkan
keberartian pengetahuan dan keterampilan siswa (Roblyer, 2006:98).
6.
Percobaan atau
Eksperimen
Format ini mirip dengan format simulasi, namun lebih
ditujukan pada kegian-kegiatan yang bersifat eksperimen, seperti kegiatan
praktikum di laboratorium IPA, biologi atau kimia. Program menyediakan
serangkaian peralatan dan bahan, kemudian pengguna bisa melakukan percobaan
atau eksperimen sesuai petunjuk dan kemudian mengembangkan
eksperimen-eksperimen lain berdasarkan petunjuk tersebut (Daryanto, 2013, hlm.
55-56). Diharapkan pada akhirnya pengguna dapat menjelaskan suatu konsep atau
fenomena tertentu berdasarkan eksperimen yang mereka lakukan secara maya
tersebut.
Arsyad, A. 2011. Media
Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.
Daryanto. 2013. Media
Pembelajaran: Peranannya Sangat Penting Dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran.
Yogyakarta: Gava Media.
Waryanto, N. H. 2008. Multimedia
Interaktif dalam Pembelajaran. Makalah disampaikan pada kegiatan Diktat
Guru SMK Muhammadiyah 3 Klaten. Yogyakarta, 15 & 21 Mei 2008.