Ilmuwan Indonesia Terlibat dalam Proyek Penemuan Partikel Tuhan
Sebanyak 3.000 ilmuwan dari 40 negara yang bermarkas di Center
for Nuclear Research (CERN) Jenewa, Swiss, berhasil menemukan partikel
Tuhan. Dua ilmuwan Indonesia ikut terlibat dalam penemuan besar
tersebut.
SEKARING RATRI ADANINGGAR, Jakarta
Penemuan partikel Tuhan yang diumumkan 3 Juli lalu menjadi topik
pembicaraan hangat di berbagai penjuru dunia. Penemuan partikel tersebut
sudah lama ditunggu oleh para ilmuwan. Pasalnya, riset itu memakan
waktu lebih dari 20 tahun dan melibatkan 3.000 ilmuwan dari 40 negara.
Hasilnya cukup setimpal. Penemuan partikel baru tersebut mengubah
penjelasan sederhana tentang komposisi atom. Sebuah atom selama ini
diketahui memiliki komposisi yang terdiri atas proton (bermuatan
positif), elektron (negatif), dan neutron (netral). Tapi, kini ada lagi
tambahan: higgs-boson.
Partikel higgs-boson adalah sebuah partikel yang disebut-sebut sebagai
partikel Tuhan. Partikel ini dianggap bertanggung jawab memberikan massa
terhadap setiap materi. Bisa dibilang, partikel itu adalah kunci yang
membuka misteri alam semesta, yakni bagaimana materi menyatu untuk
membentuk galaksi, bintang, planet, bahkan manusia.
Soal penamaan partikel Tuhan, pencetus keberadaan partikel higgs-boson,
Peter Higgs, menyatakan, partikel ini sama sekali tidak ada hubungannya
dengan penyebutan Tuhan. Dia mengisahkan, ada cerita unik di balik
sejarah penamaan partikel Tuhan. Istilah "partikel Tuhan" dikenal sejak
1993 dari buku berjudul The God Particle: If the Universe is the Answer,
What is the Question" Buku tersebut karya penerima hadiah Nobel bidang
fisika Leon M. Lederman.
Menurut Higgs, awalnya sang penulis memberi nama partikel itu "Goddamn
Particle" alias "partikel terkutuk". Sebab, partikel tersebut sangat
sulit ditemukan. Namun, konon, editor buku itu tak berkenan dengan
istilah itu dan mengubah penyebutan Goddamn Particle menjadi "God
Particle" alias partikel Tuhan. Berkat istilah itu, proyek pencarian
partikel yang menghabiskan dana sangat besar mendapat perhatian dunia.
Yang istimewa, dua ilmuwan Indonesia ikut berperan dalam penemuan
partikel Tuhan. Mereka adalah Rahmat Rahmat dan Suharyo Sumowidagdo.
Keduanya fisikawan asal Universitas Indonesia (UI). Menurut Rahmat,
penemuan partikel baru tersebut memang cukup fenomenal.
"Partikel ini memberi jawaban bagaimana partikel-partikel lain memiliki
massa. Menemukan partikel ini seperti halnya kita menemukan harta karun
yang terpendam. Di masa depan, partikel ini akan sangat berguna untuk
memahami alam semesta," jelas Rahmat saat diwawancara via e-mail
beberapa waktu lalu. Hingga kini Rahmat dan Suharyo masih di Swiss untuk
meneruskan risetnya.
Menurut fisikawan 37 tahun itu, upaya menemukan partikel baru tersebut
menghadapi banyak tantangan dan hambatan, khususnya masalah teknis.
Untuk itu, dibutuhkan kesabaran dan ketelitian luar biasa.
"Bisa diibaratkan kita mencari sebuah jarum di tumpukan jerami. Partikel
ini hanya dapat ditemukan dengan akselerator yang memiliki energi yang
sangat besar. Untuk membangun akselerator yang dinamakan Large Hadron
Collider (LHC) dibutuhkan dukungan dana yang besar," urainya.
Keterlibatan Rahmat maupun Suharyo bermula saat mereka ikut dalam
eksperimen Compact Muon Solenoid (CMS) di CERN, Swiss. CMS merupakan
salah satu detektor LHC yang menemukan partikel Tuhan. Rahmat mulai
bergabung dengan CMS pada Juli 2008.
"Saya terlibat di CMS saat menempuh program postdoctoral di University of Mississippi, AS," ujar Rahmat.
Suharyo menyusul beberapa saat kemudian. Kala itu Suharyo bekerja
sebagai staf peneliti di Departemen Fisika dan Astronomi, University of
California, Riverside.
Sejak saat itu keduanya bahu-membahu dengan ribuan ilmuwan lain untuk
mencari partikel Tuhan. Rahmat memaparkan, mereka cukup berperan dalam
penelitian tersebut. Peraih gelar PhD ilmu fisika dari University of
Oregon, Eugene, itu memaparkan, dirinya berhasil mengembangkan teknik
simulasi detektor (HFGFlash) untuk kolaborasi CMS. Simulasi temuan
tersebut merupakan yang tercepat di dunia untuk electromagnetic shower
di daerah Forward CMS (ujung detektor CMS).
"Simulasi yang saya buat berdasarkan pameterisasi dapat bekerja 10-1.000
kali lebih cepat daripada"simulasi standar detektor (Geant4). Saya
yakin, selain untuk CMS, simulasi saya akan sangat berguna untuk semua
eksperimen fisika sekarang dan masa depan," jelasnya.
Keterlibatannya dalam penemuan partikel Tuhan tersebut, lanjut Rahmat,
membawa perkembangan besar bagi karirnya sebagai fisikawan. Dia
menjelaskan, sejak partikel tersebut ditemukan, banyak respons dari
berbagai pihak. Bahkan, dia mendapat beberapa tawaran interview untuk
menjadi profesor fisika atau astronomi di Amerika Serikat.
"Yang jelas, penemuan ini benar-benar mendorong karir para fisikawan yang terlibat, termasuk saya dan Suharyo," urainya.
Sebagai fisikawan, bisa dibilang Rahmat cukup sukses berkarir di negeri
Paman Sam. Sebelum bergabung dengan CERN, alumnus S-2 jurusan fisika di
University of Oregon itu mencicipi karir di sejumlah perusahaan ternama
di Amerika Serikat. Di antaranya Apple Computer, PayPal, hingga eBay.
"Saya sempat menyaksikan wajah almarhum Steve Jobs dari dekat, lho," ujarnya.
Namun, kesuksesan yang diraih Rahmat tentu tidak instan. Apalagi, Rahmat
tidak dibesarkan dalam keluarga yang berkecukupan. Rahmat yang tumbuh
di ibu kota itu mengisahkan bahwa keluarganya sangat miskin saat dirinya
masih kecil. Bahkan, mereka sekeluarga harus tidur hanya beralas kertas
koran.
"Ayah saya tidak punya uang untuk membiayai sekolah saya. Tapi, beliau
tetap berusaha membiayai pendidikan anak-anaknya dengan berjualan permen
jahe tanpa kenal lelah. Saya sungguh berutang jasa atas perjuangan
beliau untuk menyekolahkan saya," kenangnya.
Rahmat menaruh perhatian pada dunia fisika sejak kecil. Anak kedua dari
tiga bersaudara itu mengungkapkan, saat masih duduk di SD, dirinya
pernah bermimpi untuk bisa membalikkan arah waktu.
"Ya, seperti time traveler gitu. Saya ingin melihat dunia di masa depan
atau masa lalu. Itulah sebabnya, saya menyukai fisika sejak kecil. Saya
benar-benar jatuh cinta pada fisika setelah saya melihat keindahan
fisika," ungkapnya.
Karena itu, Rahmat tidak ragu memilih jurusan fisika di Universitas
Indonesia. Perjalanan karir Rahmat pun dimulai dari situ. Begitu lulus,
dia melanjutkan S-2 jurusan fisika di University of Oregon. Rahmat juga
tidak menemui kesulitan dalam melanjutkan program S-3 di universitas
yang sama. Hebatnya, selama menempuh program S-2 dan S-3, dia tidak
mengeluarkan duit untuk membayar kuliah.
"Saya beruntung mendapat tunjangan dari University of Oregon dalam
bentuk kuliah sambil mengajar. Artinya, saya dapat kuliah pascasarjana
gratis dan tunjangan hidup. Namun, saya wajib memberikan kuliah fisika
dasar dan mengajar laboratorium untuk mahasiswa tingkat satu dan tingkat
dua," urainya.
Ke depan Rahmat dan Suharyo sudah memiliki "pekerjaan" baru. Keduanya
terlibat dalam proyek penelitian top quark. Proyek tersebut mirip proyek
penemuan partikel Tuhan dan hasil penelitiannya bisa menjadi jendela
baru untuk new physics atau "physics beyond standard model".
"Di sini saya akan meng-upgrade photomultiplier (PMT) untuk CMS detektor
di awal 2013. Sebab, PMT yang akan saya pasang memiliki kinerja yang
lebih baik daripada PMT sebelumnya. Selain itu, kami berpartisipasi
untuk CMS upgrade pada 2018 sehingga LHC akan meningkatkan
kemampuannya," jelas Rahmat.
Ketika ditanya soal masa depan fisikawan Indonesia, Rahmat memaparkan
bahwa sebenarnya fisikawan tanah air memiliki keuntungan besar. Sebab,
materi yang diajarkan di sekolah Indonesia lebih berbobot daripada
materi yang diajarkan di sekolah-sekolah luar negeri. Namun, budaya malu
bertanya masih kuat di Indonesia.
"Peneliti asing lebih aktif bertanya. Mereka tidak ragu untuk
mempertanyakan teori yang diungkapkan atasannya. Bahkan, jika mereka
melihat Tuhan, mereka akan mengejar-Nya. Istilahnya seperti itu,"
guraunya.
Di samping itu, anggaran penelitian di Indonesia cukup minim. "Saya akan
berpikir dua kali untuk kembali ke Indonesia jika ingin melakukan
penelitian. Soalnya, penelitian itu butuh biaya tidak sedikit dan itu
harus dibiayai pemerintah," tandasnya. (*/c2/ari)
sumber : http://www.jpnn.com/read/2012/08/18/137203/Ilmuwan-Indonesia-Terlibat-dalam-Proyek-Penemuan-Partikel-Tuhan-
|